Tuesday, December 8, 2009

Cerpen - Sahabat dan Cinta

Belakangan ini Niken terlihat kurang bersemangat datang ke sekolah, entah kenapa, tak seorang pun mengetahuinya. Terbukti, tak satu pun Pekerjaan Rumah yang bisa diselesaikannya dengan baik. Atau, biasanya ia melamun dalam kelas, sehingga membuat guru – guru merasa dongkol, dan tak tahan untuk melemparinya sebuah penghapus papan tulis. Tetapi ia tetap saja melakukan aktivitasnya yang aneh itu, melamun.
" Niken, coba kamu selesaikan halaman 73 soal nomor 4 mengenai trigonometri! ", Bu Mira membuyarkan lamunan Niken, membuat ia tersentak, dan segera mengambil buku cetak matematikanya dan mencoba mengerjakan soal tersebut sesuai perintah Bu Mira. Namun baru saja ia melihat – lihat isi soal tersebut, wajahnya pucat bukan main, ia sama sekali tak mengerti dengan materi trigonometri. Terpaksa ia berdiri terpaku dihadapan papan tulis putih itu yang masih bersih, tanpa ada coretan spidol yang menghiasinya.
" Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak paham dengan apa yang saya perintahkan? ", Bu Mira yang dikenal guru paling 'angker' seantero sekolah itu mulai menatap tajam Niken yang berdiri terpaku.
" Mm..maaf bu, saya tidak mengerti isi soal ini ", Niken menunduk malu, sorot mata yang tajam itu tetap saja memperhatikannya.
" Kalau begitu...mana pekerjaan rumahmu? ", Niken segera kembali ke tempat duduknya kemudian mengambil buku PR matematikanya yang disampul warna hijau, dan ketika ia membuka halaman demi halaman, ia pun menemukan sebuah soal yang kemarin ia salin, tapi...astagaaa! Ia lupa mengerjakannya. Kini lengkaplah sudah perasaan tidak enak Niken, berkecamuk dalam hatinya.
" Mana tugas kamu? ", Bu Mira tampaknya menaruh kecurigaan terhadap muridnya yang suka melamun itu, kemudian dengan wajah lesu, Niken akhirnya berkata jujur pada guru matematikanya itu,
" Mmm..maaf bu, saya lupa mengerjakan tugas saya ", Niken menggigit bibirnya. Mungkin ia sudah mengetahui apa yang akan diperbuat Bu Mira terhadap dirinya. Dan dengan jari telunjuk menghadap ke tiang bendera, tampaknya Niken mengerti dengan apa yang diperintahkan Bu Mira. Tanpa dikomando dua kali, Niken berjalan menuju lapangan upacara, menghadap ke tiang bendera sambil hormat dengan kepala mendongak ke atas.
" Aduh Nik...loe kenapa lagi sih? Kemaren gue liat loe lari keliling lapangan basket, trus sekarang loe hormat nggak jelas di depan tiang bendera! Emang ada apa sih? Guru – guru pada doyan yaa ngerjain loe? ", Tias, sahabat Niken dari SD, mulai menaruh kecurigaan pada cewek berambut panjang itu. Niken hanya diam saja, tampaknya ia sedang malas untuk berbicara.
" Nik, loe kenapa sih? Tumben loe diem terus daritadi! Ada apa sih? Kalo loe ada masalah, cerita dong! Siapatau gue bisa bantu ", Tias mulai menawarkan jasa. Karena dibujuk terus, akhirnya Niken pun luluh.
" Gini, Ti, ehhm...gue naksir ama Dirga....", Niken pun jujur kepada Tias.
" Hah? Dirga? Loe naksir ama dia? ",
" Iya, tapi....please yahh loe jangan bilang siapa – siapa tentang ini. Pleasseee...!!!!! ", Niken memohon harap pada Tias.
" It's OK! Tapi...yang gue mo nanyain, apa hubungannya dengan loe sering ngelamun nggak jelas di kelas? Loe kan lagi 'falling in love', harusnya loe seneng! Lagipula kan Dirga sahabatan ma kita, jadinya loe gampang PDKT ama dia! Emang aneh, loe! "
" Ti...Reni juga naksir ama Dirga!!! "
" Hah? Reni...anak IPA 2, naksir ama Dirga? Loe kok tau? ", Tias bertanya heran.
" Gue tuh udah sering ngeliat Reni jalan berduaan ama Dirga, ke kantin bareng, pokoknya mereka sering sama – sama lah! ",
" Ohh...gitu...!!!! ", Tias hanya manggut – manggut. Tampaknya ia mulai mengerti.
" Ti...loe janji yahh...loe jangan bilang siapa – siapa tentang ini, apalagi ama Dirga. Please yahhh...!!!! ",
" Udahlah loe nggak usah khawatir. Gue janji, gue nggak bakalan bilang ke siapa – siapa tentang ini, tapi...untuk kali ini, loe aja yaah yang bayar ni makanan gue, OK? Gue cabut dulu yaah, bye!!! ", Tias kemudian berlari dari kantin sambil tersenyum jahil ke arah Niken.
" Tiiiiaaaasss......kuraaangg ajaarr loeee....!!!!!!!!! "
***
Siang itu, Niken tampaknya sibuk sekali. Ia mengemasi seluruh pakaiannya ke dalam sebuah koper hitam. Hari ini ia akan berangkat ke Medan, karena pamannya akan melangsungkan acara pernikahan. Tiba – tiba pintu kamarnya diketuk,
" Masuk aja, nggak dikunci kok, "
Tias pun memasuki sebuah kamar berukuran 8x5 meter itu, lalu menjatuhkan dirinya di atas spring bed milik Niken. Tias memandang Niken heran, lalu bertanya,
" Nik, loe mo kemana? ",
" Hari ini gue mo ke Medan. Paman gue mo kawin, yaahhh maybe gue nggak masuk sekolah 3 hari. Izinin gue yahhh, ntar gue kasih loe suratnya ", Niken masih tetap saja sibuk membereskan pakaiannya.
" Yaudah...itu mah masalah gampang! Pokoknya, loe nggak boleh pulang ke Jakarta kalo loe nggak bawain gue oleh – oleh! Deal? ", Tias mengancam, membuat Niken tertawa.
" Hahahaha...emang loe maunya apaan sih? ", Niken masih terus saja tertawa.
" Kalo bisa makanan....."
" Hahahaha...udah gue duga sebelumnya! Loe kan doyan makan, tenang aja gue bakalan bawain loe makanan! Tapi kalo loe kepengennya sekarang, tuhh di luar banyak batu! ", Niken melirik ke arah luar jendela, sambil tersenyum mengejek. Tias cemberut, membuatnya tak tahan untuk melemparkan bantal – bantal ke arah Niken yang masih saja tertawa.
" Hahahahahaha......"

***

Pada saat bersamaan di green's cafe...
" Ren...gue mo ngomong sesuatu ama loe...", Dirga menatap mata coklat cewek berambut lurus yang ada dihadapannya itu.
" Mo ngomong apaan, ga? ", cewek bernama Reni itu masih saja mengaduk aduk cappuccino yang sedari tadi menjadi bahan permainannya.
" Gue...mmm...gue...gue suka sama loe. Loe mau nggak jadi pacar gue? ", Dirga mengambil sebuah cincin lalu memasangkannya pada jari manis Reni, lalu kemudian Reni mengangguk tersenyum, seraya mengecup kening Dirga. Tanpa mereka sadari, salah seorang cewek berambut ikal dan mengenakan t-shirt merah memperhatikannya dari balik kaca jendela, lalu mengambil sebuah handphone dari saku celananya dan beberapa menit kemudian ia tampaknya sedang berbicara serius dengan seseorang yang menjadi lawan bicaranya di telepon.

***

" Wahh...Nik, oleh – oleh gue mana, nih? ", Dirga bertanya seraya menghambur – hamburkan isi tas Niken.
" Sabar dong, Ga! Buat loe ada kok, tenang aja! Nih, kaos buat loe! Gimana, keren nggak? ", Niken menyodorkan sehelai kaos hitam bermerek 'Ripcurl' tersebut pada Dirga.
" Waahh...keren banget, Nik! Serius nih, buat gue? Thanks yaa...", Dirga lalu mengambil kaos tersebut dari tangan Niken.
" Curaaaanggg....!!!! Bagian gue mana, Nik? Waah....nggak asik loe, " Tias ikut – ikutan menagih Niken.
" Nih, gue bawain boneka kesukaan loe, teddy bear! Gimana, loe suka nggak? "
" Waahhh....lucu banget! Buat gue nih? Thanks yahhh....",
" Mm...Nik, Ti, ada yang gue pengen omongin ama loe...", pernyataan Dirga barusan membuat Niken dan Tias menghentikan aktifitasnya sejenak.
" Gue....mmm....4 hari yang lalu, gue jadian ama Reni...", ucap Dirga sambil tersenyum senang.
" Loe...loe beneran jadian ama Reni? ", Niken mencoba meyakinkan.
" Iya! Masa loe nggak percaya, sih! Ohh iya...hari ini gue ada janji ma Reni, mo nemenin dia shopping! Yaudah....gue cabut dulu, ya! Bye....", Dirga lalu keluar dari kamar Niken, setelah itu, Niken hanya terduudk lemas, wajahnya memancarkan raut kesedihan yang sangat mendalam.
" Loe bener, Ti. Semua yang loe ceritain ke gue yang waktu loe di green cafe itu bener, Dirga jadian ama Reni...", perlahan butiran – butiran airmata jatuh membasahi pipi Niken.
" Nik, loe yang sabar, yaah! Gue tau kok, perasaan loe sekarang kayak gimana. Ya udah lahh...mungkin Dirga emang nggak pantes buat loe....", Tias berusaha untuk menghibur sahabatnya itu.
" Tapi Ti, gue sayang banget ama Dirga. Perasaan gue ke dia itu, lebih dari sekedar sahabat, Ti. Gue juga nggak nyangka, kenapa gue bisa jatuh cinta ama dia...",
" Udah lah, Nik. Gue tau loe cinta ama Dirga, tapi mo gimana lagi? Emang takdirnya loe ama Dirga itu, diciptain nggak lebih dari sekedar sahabat, "
Niken terdiam. Tias pun begitu. Keduanya larut dalam pikirannya masing – masing, entah apa yang mereka pikirkan....

***

" Nik, loe udah nyelesain tugas kimia, belum? ", Dirga menghampiri bangku Niken yang terletak di sudut kanan belakang.
" belum...", Niken menjawab cuek.
" Ohh...ehh Nik, gue punya tiket konsernya Pee Wee Gaskins nih, loe mau nggak? ", Dirga meyodorkan sebuah tiket konser pada Niken.
" No, thanks! ", Niken kemudian pergi meninggalkan Dirga yang masih saja berdiri terpaku, membuat seorang Dirga Saputra terheran – heran.
Niken berjalan menuju arah taman sekolah. Ya, kalau sedang BT, biasanya Niken ke sini. Tumben tempat ini sepi, pikir Niken. Mungkin siswa – siswa yang lain sedang pergi ke kantin, ini kan sudah jam istirahat.
" Nik, loe ngapain di sini? ", tanpa di duga – duga, Dirga datang menghampiri Niken.
" Seharusnya gue yang nanya ke loe, ngapain loe disini? ", Niken bertanya galak.
" Yahh....gue nyariin loe ",
" Nyariin gue? Apa loe nggak salah? Udah sana pergi, gue lagi nggak mau digangggu! ",
" Nik, loe kenapa sih? Belakangan ini gue perhatiin, loe tuh kayaknya sensi banget deh...", Dirga lalu duduk disamping Niken yang masih saja cemberut.
" Emang penting ya, buat loe tau? ", Niken bertanya balik.
Belum sempat Dirga berbicara, tiba – tiba mucullah Tias, membuat Niken dan Dirga terdiam.
" Nahh...ternyata loe berdua ke sini! Ngapain sih, loe? Gue cariin loe ke kantin, nggak ada! Ke perpustakaan juga, nggak ada! Dasar kalian tuh emang aneh! ", semprot Tias lalu mengmbil salah satu kursi kemudian duduk di samping Dirga. Tapi Dirga malah diam. Niken pun begitu, tiba – tiba Niken berdiri, tanpa menatap Dirga ataupun Tias.
" Ti, gue cabut dulu, yah! Gue mo ke koperasi, mo beli pulpen ", ucap Niken kemudian pergi meninggalkan Tias dan Dirga yang masih bengong di tempatnya, terlebih Dirga.
" Ti, Niken kenapa, sih? Akhir – akhir ini kok sikapnya dingin banget ke gue? Apa gue punya salah ama dia? ", Dirga mencoba bertanya kepada Tias.
" Udah tau, nanya pula! Wajar lahh kalo belakang ini sikap Niken berubah ke loe, emang loe punya salah besar ke dia ", Tias mencibir.
" Masa sih? Emang gue salah apaan sama dia? ", Dirga mencoba untuk menginstropeksi dirinya.
" Yaiyalah...Niken tuh suka ama loe, ga! Pas dia tau kalo loe jadian ama Reni, dia tuh cemburu banget! Uupppss........", Tias lalu mengatup mulutnya. Tanpa sadar, ia telah membocorkan sesuatu hal yang tidak pantas untuk diketahui Dirga.
" Ga, sorry yahh...gue mo ke toilet dulu! Kebelet nih....", Tias lalu pergi meninggalkan taman itu. Kini tinggallah Dirga seorang diri, yang masih terkejut dengan pernyataan Tias barusan.

***

" Nik, gue mo ngomong sesuatu sama loe ", Dirga lalu menarik tangan Niken, membawanya ke halaman belakang sekolah.
" Ga, apa – apaan sih, loe! Ga, lepasin tangan gue! ", Dirga pun melepas genggaman tangannya, lalu terdiam. Ia menarik nafas panjang, kemudian mencoba untuk menenangkan diri.
" Nik, sekarang gue udah tau semuanya. Kenapa akhir – akhir ini sikap loe dingin ma gue, kenapa loe jutek banget ama gue, pokoknya gue udah tau semuanya. Sekarang gue minta penjelasan loe, apa bener, loe suka ama gue? Dan loe marah, karena gue jadian ama Reni? ", Dirga menyerang Niken dengan berbagai macam pertanyaan.
" Sok tau loe, Ga! ", Niken mencoba untuk menutupi semuanya.
" Gue harap loe mo jujur ke gue, Nik! ",
Niken pun terdiam. Mulutnya seakan terkunci untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada Dirga.
" Nik....",
" Iya, Dirga! Emang bener! Gue emang cinta sama lo, perasaan sayang gue ke loe lebih dari sekedar sahabat. Dan begitu gue tau kalo loe jadian ama Reni, gue marah! Gue cemburu, Ga. Gue cemburu! Tapi gue bisanya apa? Di mata loe, gue cuma sekedar sahabat loe aja....", mata Niken pun mulai berkaca – kaca. Perlahan demi perlahan, airmatanya jatuh membasah wajahnya yang polos itu.
" Gue ngerti kok, Nik, gue ngerti perasaan loe. Tapi, sorry banget, gue nggak mungkin ninggalin Reni demi loe, karena perasaan sayang gue ke loe, nggak lebih dari sekedar sahabat. Sorry, Nik..." ,
" Iya, Ga. Gue tau kok. Tapi gue janji, gue bakalan ngelupain loe....",
" Gue yakin loe bisa, Nik. Loe pasti bisa nemuin cowok yang lebih baik dari gue...",
" Iya, Ga. Maafin gue. Nggak seharusnya gue marah sama loe...",
" Udahlah...nggak apa – apa kok, Nik. Gue ngerti kok perasaan loe. Tapi, persahabatan kita tetap seperti dulu, ya? Gue nggak mau kalo loe terus – terusan marah ama gue...",
" Tenang aja, gue udah nggak marah, kok. Mungkin gue udah bisa nerima kenyataan...", Niken lalu tersenyum ke arah Dirga sambil menghapus airmatanya.
" Nahh...gitu dong! Ehhh...ngomong – ngomong, loe udah makan belum? Ke green's cafe, yuk! Tar gue trkatir...", ucap Dirga sambil menyalakan mesin motornya. Kemudian Niken mengangguk tersenyum, dengan sekejap mereka telah melupakan tragedi menyakitkan barusan.

***

" Pagi, Niken! ", sapa Tama, sang ketua OSIS ketika melihat Niken sedang berada di depan kelasnya.
" Pagi juga, Tama! ", balas Niken tersenyum. Kalau diperhatikan, Tama ini memang cakep. Postur tubuhnya yang tinggi, rambutnya yang jabrik serta wajahnya yang manis, membuat ia menjadi 'the most of the wanted boy' di sekolahnya. Apalagi dengan jabatannnya sebagai ketua OSIS dan kapten basket, membuat semua cewek – cewek seantero sekolahan tergila – gila dengannya. Tek terkeculi Niken, belakangan ini ia sering memikirkan cowok idaman para cewek – cewek itu.
" Nik, malam ini loe ada acara nggak? ", Tama kemudian memulai pembicaraan pada cewek yang ada di depannya itu.
" Nggak ada, emang kenapa? ",
" Malam mingguan, yuk. Sekalian nonton konsernya Pee Wee Gaskins. Mau nggak? ",
Niken seakan tidak percaya. Malam ini ia akan nge-date bersama cowok sekeren Tama, tentu saja ia menerima ajakan tersebut dengan sepenuh hati.
" Ya udah....tar jam 7 malam gue jemput loe, ya! Bye...", Tama lalu meninggalkan Niken yang masih saja tak percaya dengan kejadian barusan.
" Ti...ngapain loe bengong di depan pintu? Pamali, tau! ", kehadiran Tias membuat lamunan Niken buyar.
" Ohhh...eehhh..nggak kok. Ehh...entar malem gue mau nge-date ama Tama, lhoo...! ", ucap Niken menggebu – gebu, membuat sahabatnya menaruh kecurigaan terhadap seorang Niken Astianti.
"Hhhmm.....gue curiga nih, ama loe. Apa jangan – jangan, loe mulai naksir, ya, ama Tama? Ngaku aja deh, loe! ", Tias sepertinya tahu apa yang sedang Niken pikirkan.
" He-ehh...apa – apaan sih loe, Ti? ", Niken mencoba untuk menutupi rasa malunya.
" Alaaahhh....nggak usah bohong deh Loe, Nik! Emang bener, kan? Gue tau kok! ", Tias kemudian tertawa sambil terus mempermalukan Niken.
" ssstt.....ngomongnya jangan keras – keras dong, Ti! Ntar kalo ketahuan orangnya kan bisa gawat!!!!! ",

No comments:

Post a Comment