Thursday, May 20, 2010

Cerpen - Sahabat Jadi Cinta

“ Woy!!! “, sebuah tepukan di punggung Rani mengagetkan cewek berkacamata itu.
“ Eh, Santi. Apaan sih? Ngagetin gue aja deh! “, Rani kemudian membetulkan kacamatanya.
“ Nah, lo itu yang kenapa? Tadi gue ajak ngomong tapi bawaannya diem mulu. Lo lagi ngelamun ya? Awas lho entar kemasukan setan baru tau rasa! “
“ Yeeee….siapa juga yang ngelamun. Elo ada-ada aja sih…”,
“ Habis daritadi lo itu nyuekin gue terus. Emang ada apa sih, Ran? Lo lagi ada masalah, ya? “, tebak Santi sekenanya pada sahabatnya itu.
“ Masalah? Ah nggak kok, gue gak punya masalah “, jawab Rani sambil berpura-pura membaca buku yang ada di hadapannya itu.
“ Trus lo kenapa? Sakit? “,
“ Gue juga nggak lagi sakit kok “,
“ Nah trus apaan? Belakangan ini gue perhatiin lo banyakan diem deh. Padahal lo kan biasanya bawel, cerewet….”,
“ Iya, sebutin aja semua kejelekan gue! “, Rani cuek
“ Bukan gitu, Ran. Gue cuma ngerasa aneh aja sama semua sikap lo belakangan ini. Gak biasanya seorang Rani Aprilia berubah menjadi sosok cewek yang tenang dan pendiam “,
“ Sok tau deh! “, Rani tertawa
“ Yeee…kok gue malah diketawain sih? “, Santi bertanya heran.
“ Habis lo lucu banget sih. Hahahaha. Eh gimana hubugan lo sekarang sama Rifky? “, Rani mengalihkan pembicaraan.
“ Alhamdulillah baik-baik aja kok. Dia gak jadi pindah ke Makassar “, jawab Santi tersenyum.
“ Syukurlah kalau begitu “,
“ Iya, Rin. Kalo lo sama Davi, gimana? “, Santi balik bertanya.
Rani terdiam. Davi, cowok yang sukses ngebuat Rani sakit hati. Cowok yang paling bisa bikin Rani serasa nge-fly. Bisa dibilang, Davi-lah cinta pertama Rani.
“ Davi? Gue baik-baik aja kok sama dia. Cuma sekarang, gue jadi rada-rada males ngobrol sama dia. Sekarang kan kita udah temenan, nggak lebih. Trus kayaknya………….”,
“ Kenapa Ran? “, Santi bertanya heran
“ Gue udah mulai suka sama cowok baru “, Rani mengigit bibirnya.
“ WHAT??? Siapa, Ran? Kasi tau gue dooongggg! “, Santi terkejut beserta rasa penasaran yang menyelimuti benaknya.
“ Ada deh! “, Rani tertawa sambil menjulurkan lidahnya kea rah Santi.
“ Jahat banget sih lo, Ran. “, Santi mengeluh
“ Hahahaha, ntar kalo lo udah jadian sama Rifky, baru gue kasi tau! “, Rani mengedipkan sebelah matanya.
“ Yeeeee…..”, Santi mencibir.
“ Biarin. Bleeeekkkk! “, sekali lagi, Rani menjulurkan lidahnya kearah Santi. Dan itu sukses membuat mereka saling berkejar-kejaran di area kantin tempat mereka nongkrong tadi.


“ Rival! “, sebuah suara mengagetkan seorang cowok berkawat gigi warna merah itu, kemudian menghampirinya.
“ Eh, Rani. Kenapa, Ran? “, cowok bernama Rival itu tersenyum kepada Rani.
“ Lo pulangnya naik apa? Bawa motor ya? Boleh nebeng gak? Soalnya gak ada yang ngejemput gue sih…”, serentetan pertanyaan dari Rani membuat Rival garuk-garuk kepala, pusing.
“ Sorry, gue gak bisa. Gue gak bawa motor, jadinya cuma naek angkutan umum doang. Sorry yah, Ran…”,
“ Oh, gitu ya. Ya udah deh gak papa kok. Thanks ya, Riv…”, Rani berusaha untuk tetap tersenyum, walaupun ada sedikit kekecewaan dalam hatinya.
“ Sama-sama, Ran. Oh iya kalau gitu, gue duluan ya, Ran. Bye…”, Rival melambaikan tangannya pada Rani, kemudian berlalu.
Rani tersenyum. Rival, sahabat Rani sejak pertama kali bersekolah di SMAN 56 Jakarta, selain Santi. Setiap Rani mempunyai masalah dengan Davi, Rival-lah satu-satunya cowok yang menghiburnya. Rival pula lah yang setia mendengarkan semua curhatan Rani mengenai Davi. Orangtua mereka pun sudah saling kenal, dan itu membuat hubungan Rani dan Rival semakin dekat. Namun, karena di dunia ini tak ada persahabatan antar lawan jenis, sebuah rasa muncul dari dalam hati Rani. Sebuah rasa sayang yang berlebihan, melebihi rasa sayang antarsahabat. Ya, Rani jatuh cinta kepada Rival. Namun sampai saat ini, Rani belum bisa menyatakan perasaannya itu kepada Rival. Ia takut persahabatannya dengan Rival akan merenggang hanya karena sebuah cinta.


Sebuah taksi berhenti di depan sebuah Mal di Jakarta. Dari dalamnya turun seorang cewek berseragam SMA, memasuki mal tersebut. Daripada bosen di rumah, mendingan gue ke Mall! kali aja teenlit baru yang terbit. Rani berkata dalam hati. Segera ia menuju gramedia di lantai tiga, namun ketika melewati sebuah foodcourt, ia berhenti. Diperhatikannya seorang cowok berambut jabrik sedang mengobrol mesra dengan seorang cewek berambut panjang, yang ada di depannya. Tampaknya mereka sedang tertawa penuh kebahagiaan. I…i…itu kan Rival! Ngapain dia disana? Sama siapa? Apa bener itu cewek yang dia taksir, yang dia ceritain ke gue 2 hari yang lalu? Apa mereka sudah jadian? Berbagai macam pertanyaan menyelimuti benak Rani. Ia pun mengambil kesimpulan bahwa cewek itu benar gebetannya Rival. Peraasaan sakit, kecewa, sedih, bercampur aduk menjadi satu. Rani pun memutuskan untuk pulang, nafsunya untuk mencari teenlit yang baru terbit lenyap sudah.

Sudah…berakhir sudah….
Harapanku tuk memiliki hatimu
Hancur semua anganku, semua khayalanku
Dirimu diriku, menjadi satu…
Tahukah kamu, bahwa diriku terlanjur jatuh
Dalam cintamu, hingga dirimu bunuh mimpiku

Suara merdu dari vokalis Andra and The Backbone itu terdengar melalui radio milik Rani. Nyinggung banget nih! Rutuk Rani dalam hati. Entah sudah berapa lembar tissue yang dihabiskan Rani untuk melap ingus beserta airmatanya, matanya pun sekarang seperti mata panda. Sedari tadi ia hanya bisa menangis sambil menceritakan semuanya pada Santi melalui telfon. Kejadian tadi siang itu sukses membuat Rani sakit hati. Berkali-kali Rival mengajaknya sms-an tapi semua sms-nya tak pernah dibalas oleh Rani. Ia betul-betul merasa ingin mencari pelampiasan. Entah itu apa.


“ Rani! “, panggil sebuah suara cowok saat bel pulang telah berbunyi.
Rani berbalik. Ternyata Rival. Kenapa lo harus muncul sekarang sih? Gue lagi nggak pengen ngeliat muka lo! Keluh Rani dalam hati.
“ Pulang bareng yuk, Ran! “, tawar Rival tanpa basa-basi.
“ No, thanks! “, jawab Rani cuek.
“ Kenapa? “, Rival bertanya heran.
“ Gue bisa pulang sendiri kok! “
“ Emang lo bawa kendaraan? “, Rival bertanya, penasaran.
“ Nggak! “, jawab Rani seadanya.
“ Trus lo mau pulang naik apa? Angkutan umum? Panas tau! “,
“ Bukan urusan lo! Riv, mendingan lo pulang deh, urusin aja tuh cewek lo! Daripada lo ngurus gue! “,
“ Ran…”,
“ Kenapa? “,
“ Lo berubah! “,
“ So what? Who cares? Emang kenapa kalo gue berubah? “, Rani menatap Rival sinis.
“ Nggak, kok! Terserah lo aja deh, Ran! “, seusai berkata demikian, Rani pun langsung pergi. Ia berniat untuk berjalan kaki dari sekolah sampai ke rumahnya. Apa pun itu resikonya, ia siap menerima.
Sudah sekitar 500 meter Rani berjalan di tengah teriknya mentari, namun perasaan lapar, haus dan capek tak kunjung datang. Mungkin semuanya telah mati terbunuh rasa sakit hati Rani. Tiba-tiba segerombolan kendaraan bermotor lewat, menyemburkan asap knalpot yang sangat mencemari udara. Rani yang mengidap penyakit paru-paru kotor itu pun merasa dadanya tiba-tiba sesak, ditambah asap rokok yang menyebar kemana-mana. Ia merasa semakin pusing, mual, pandangannya pun pelahan-lahan terasa kabur, sampai ia pun tak sadarkan diri.


“ Ran, kamu sudah sadar, nak? “, belaian lembut seorang ibu sangat terasa bagi Rani.
“ Ma, aku…kok aku di rumah? Tadi perasaan aku…..”
“ Tadi kamu pingsan waktu di jalan raya. Untung ada Rival yang ngeliat kamu, trus Rival antar deh kamu ke rumah. “, Mama membelai rambut anak semata wayangnya itu.
“ Rival? Trus sekarang Rival-nya mana? “, Rani bertanya heran.
“ Dia udah pulang, baru aja. Emang kamu kenapa sih jalan kaki dari sekolah ke rumah? Kayak gak ada kendaraan aja! “, Mama bertanya penasaran.
Rani hanya tersenyum. Tidak mungkin ia mengetakan hal yang sebenarnya kepada mamanya itu. Dan tidak mungkin pula ia mau berbohong.
“ Ya udah, Ma. Sekarang Rani mau mandi dulu, ya “, Rani beranjak dari tempat tidurnya. Mamanya hanya geleng-geleng kepala.


“ Ran…”, sebuah suara mengagetkan Rani, menyadarkannya dari lamunannya.
“ Rival? Ngapain lo ke sini? “, Rani kaget, ternyata Rival.
“ Gue cuma mau ngepastiin kalo lo baik-baik aja! “, jawab Rival sekenanya.
“ Thanks ya, Riv…”, Rani tersenyum.
“ Welcome, Ran. Ngomong-ngomong lo kenapa sih? Lo lagi ada masalah ya? Lo cerita dong sama gue! “, Rival membujuk Rani.
“ Riv, gue suka sama lo! “, Rani berkata jujur terhadap orang yang dicintainya itu.
“ Ngaco lo, Ran! “, Rival tertawa.
“ Riv, gue serius! “, Rani mencoba meyakinkan.
“ Ran, maksud lo apa sih? Gue ga ngerti deh! “, Rival heran.
“ Riv, gue suka sama lo. Gue sayang sama lo, lebih dari sekedar rasa sayang antarsahabat. Lo tau? Gue sakit banget denger curhatan lo tentang gebetan lo yang baru. Apalagi waktu gue ngeliat lo berduaan sama cewek di foodcourt MTA, gue gak tahan! “, jelas Rani panjang lebar. Ia berusaha menahan airmatanya.
“ Cewek? Di foodcourt, MTA? Itu kan sepupu gue! “,
“ Hah? Masa sih? “, Rani terkejut.
“ Iya, itu sepupu gue. Waktu itu dia pengen ditemenin sama gue nyari kado buat pacarnya yang lagi birthday. “,
“ Oh, jadi itu cuma sepupu lo? Trus, gebetan lo itu yang sebenernya siapa sih? “, Rani jadi makin penasaran.
“ Ran, jujur ya, gue juga suka sama lo! “, akhirnya Rival mengaku.
“ Apa-apaan sih lo, Riv. Ngakunya punya gebetan anak luar SMAN 56, trus sekarang lo bilang kalo lo suka sama gue! Lo pikir gue cewek gampangan? “, Rani mulai emosi.
“ Ran, tenang dulu. Biar gue jelasin semuanya! “, Rival berusaha mencoba menenangkan Rani.
“ Sebenernya orang yang gue taksir itu lo, Ran. Semua cerita gue ke lo tentang gebetan gue, itu bullshit! Gue cuma pengen bikin lo penasaran aja. Sebenernya gue cemburu kalo lo nyebut-nyebut nama Davi di depan gue. Lo tau sendiri, kan, Davi itu temen deket gue. Tapi gue pengecut, Ran. Gue gak bisa nyatain perasaan gue ke lo…”, kata Rival panjang lebar.
“ Riv, lo bukan pengecut, kok. Buktinya sekarang lo udah bisa jujur tentang perasaan lo. “, Rani berusaha menghibur Rival.
“ Ran, aku udah percayain hati kamu di hati aku. Apa sekarang kamu mau mempercayakan hati aku di hati kamu? “, Rival bertanya pelan.
“ Riv, kamu serius? “, Rani balik bertanya.
“ Untuk apa aku bohong? Aku udah capek nyembunyiin perasaan aku dari kamu. “,
“ Riv, aku mau kok percayain hati kamu di hati aku “, Rani tersenyum.
“ Makasih ya, Ran. “, Rival tersenyum. Kini semunya sudah terungkap. Mereka pun kemudian meninggalkan taman itu, dengan canda dan tawa menyambut sore. Sesungguhnya persahabatan antarlawan jenis itu tak akan pernah ada, karena itu hanyalah merupakan awal dari sebuah cinta yang tertunda.



----SELESAI----

No comments:

Post a Comment