Sunday, May 23, 2010

Sakura Kecilku

Andra menatap sebuah foto disamping tempat tidurnya itu. Foto ia berdua bersama Sakura, tunangannya yang telah meninggal beberapa minggu yang lalu. Dalam foto itu, tampak Andra dengan mesra merangkul Sakura sambil tertawa. Namun kecelakaan itu, kini membuat Andra semakin terpuruk. Setiap hari, ia hanya bisa merenung, menangis, bahkan sampai lupa waktu makan. Ya, Andra sangat mencintai Sakura.
Tok tok tok! Sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunan Andra.
“ Masuk! Nggak dikunci, kok! “, Andra acuh.
Tampak seorang gadis berumur sekitar 17 tahunan memasuki kamar berukuran 3x4 itu.
“ Kak Andra belum makan siang, kan? Ini sudah jam 3 lho, kak. Kakak belum makan dari pagi. Nanti kakak sakit! “, Reina duduk disamping kakak semata wayangnya itu.
“ Aku lagi nggak lapar kok, Rei! “, jawab Andra sambil menaruh bingkai foto itu ke tempatnya semula.
“ Kak, sampai kapan sih, kakak harus begini? “, Tanya Reina dengan penuh prihatin.
Andra terdiam. Ia tak tahu harus menjawab apa.
“ Kak, Reina tahu kok perasaan kakak gimana. Reina bisa kok ngerasainnya, waktu Reina juga kehilangan Dhani. Tapi 1 hal yang harus Kak Andra ingat, umur Kak Andra itu masih panjang. Masih banyak yang harus kakak lalui di dunia ini, bukan hanya meratapi kepergian Kak Sakura. Lagipula sampai kapan Kak Andra mau begini terus? Kak Sakura memang udah nggak ada, tapi cinta kakak bakalan selalu hidup di hatinya. Kakak harus ingat itu! “, jelas Reina panjang lebar.
“ Heh anak kecil, jangan sok tau deh! Tahu apa kamu tentang cinta? Sekolah aja yang bener dulu, baru ngurusin hal yang kayak gituan! “, Andra mencibir.
“ Terserah Kak Andra aja deh! Reina males ngomong sama kakak. Di nasehatin baik-baik eh malah di kritik. Ya sudah, capek Reina ngurusin kakak! “, Reina kemudian berlalu dari kamar kakaknya itu. Andra hanya terdiam. Sepertinya ia teringat sesuatu jika ia melihat tingkah laku Reina barusan. Tapi apa? Andra berusaha untuk mengingatnya.


Pertandingan karate barusan membuat Reina terlihat sangat capek. Ia sudah lama menjadi Shinpai dan bersabuk hitam. Kini ia mengurus sebuah Dojo yang tak jauh dari tempatnya bersekolah. Bisa dibilang, ia merupakan salah satu Shinpai termuda.
“ Capek, Rei? “, suara Andra mengagetkan Reina yang tengah sibuk menggulung sabuknya.
“ Kak Andra? Ngapain Kak Andra ke sini? “, Reina terkejut.
“ Kak Andra Cuma mau jemput kamu kok. Mama sama papa lagi ke acara pengantin. “, jawab Andra sambil duduk disebelah Reina.
“ Tapi Reina kan biasanya pulang sendiri. “,
“ Kamu nggak mau Kak Andra jemput? Baru kali ini lho Kak Andra lagi berbaik hati sama kamu. Tapi kalau kamu nggak mau, ya sudah. “, Andra hampir benar-benar pergi jika saja Reina tidak memanggilnya.
“ Kak Andra, tunggu! “,
“ Kenapa, Rei? “,
“ Oke deh, Reina mau kok dijemput sama Kak Andra. Tapi, traktir makan, ya. Hehe. Reina laper banget nih! “, Reina memelas sambil memegangi perutnya yang sedari tadi keroncongan.
“ Makan mah gampang! Ya udah, kalo urusan kamu sudah selesai, langsung ke mobil aja, ya! Kakak tunggu kamu disana! “, ucap Andra kemudian pergi.
Ada angin apa ya, Kak Andra tiba-tiba jadi gini? Kami kan nggak pernah akur. Ah, biarin aja deh! Yang penting bisa makan gratis, hehe. Reina langsung menuju mobil Honda jazz merah yang terparkir di depan dojo itu.
“ Rei, pacar kamu sekarang siapa sih? “, Andra bertanya ketika dilihatnya makanan Reina sudah habis.
“ Katanya harus belajar dulu, baru boleh main cinta-cintaan…”, Reina mencibir, ia masih tersinggung dengan perkataan kakaknya beberapa hari yang lalu.
“ Ya udah, kalo gitu Kak Andra minta maaf, ya. Tapi kakak pengen tau aja, udah berapa sih pacar kamu? “
“ Pacar? I don’t have a boyfriend yet! No boy, no cry!!! “, Reina tertawa.
“ Widih, udah jomblo berapa lama sih, kamu? “,
“ berapa lama ya? Kira-kira udah lebih setahun kayaknya! “,
“ Buset dah, tahan bener kamu Rei, ngejomblo selama itu? Ckck…”, Andra mengeleng-gelengkan kepalanya.
“ Why not? Kak Andra, cinta itu ibarat kupu-kupu. Yang kalau dikejar pasti ia bakalan lari, tapi kalo didiemin ya dia nanti juga datang sendiri kok! “, ucap Reina sambil mengaduk cappuccino-nya.
“ Sok puitis kamu, Rei! “, Andra tertawa
“ Yeee….emang gitu kok kenyataannya. Coba deh sekali-sekali Kak Andra betul-betul memaknai apa arti dari cinta…”,
“ Udah deh, Rei! Capek Kak Andra dengerinnya! “, tawa Andra tiba-tiba pecah.
“ Huh, ya sudah kalo Kak Andra gak mau! “, Reina menyeduh cappuciono-nya.
Andra tiba-tiba teringat sesuatu. Dari senyuman Reina, cara Reina tertawa, mengingatkan Andra pada suatu hal. Bodoh! Kok gue baru sadar sekarang, ya? Selama ini Andra memang jarang melihat tawa dan senyum Reina.


“ Andra, papa dengan mama mau ngomong sama kamu! “, ucap Papa sambil menurunkan koran yang sedari tadi dibacanya.
“ Iya, Ndra. Ini masalah masa depan kamu “, mama ikut-ikutan menimpal.
“ Apaan sih Ma, Pa? “, Andra heran. Ia lalu mengecilkan suara volume tv di ruang keluarganya itu.
“ Begini, Ndra. Kamu tahu Anita, kan? “, Mama bertanya.
“ Anita, temennya papa, kan? Yang sering main kesini waktu Andra masih kecil…”, Andra mencoba mengingat-ingat.
“ Iya, nak. Dia baru saja mengambil S2-nya, jurusan sastra. “, Mama meyakinkan.
“ Trus? Apa hubungannya dengan Andra? “, Andra penasaran.
“ Ehm. Ndra, papa sama mama berniat menjodohkan kamu dengan Anita. Lagian Anita dengan orangtuanya juga sudah seuju, kok! “, papa berusaha menjelaskan.
“ Papa sama mama mau menjodohkan aku dengan Anita? Pa, Ma, aku sama sekali nggak cinta sama Anita. Andra cuma menganggap Anita seperti adek Andra sendiri, nggak lebih! “, Andra melawan.
“ Memangnya kamu sudah menemukan pengganti Sakura, nak? “, mama mencoba menenangkan.
“ Sudah, ma! “, Andra terlihat tenang.
“ Baguslah kalau begitu. Papa harap dengan secepatnya kamu memperkenalkan pada papa, siapa orang itu! “,
“ Papa sama Mama sudah kenal kok, siapa orangnya! “
“ Memangnya siapa, nak? “, Mama berusaha membujuk anaknya.
Reina keluar dari kamarnya, menuju dapur. Ia sementara menuruni anak tangga ketika mendengar namanya disebut, lalu berhenti sebentar.
“ Dia Reina Destyana, Ma, Pa. Adik aku…”,
Betapa terkejutnya mama orangtua Andra saat mendengar pernyataan Andra barusan. Hampir saja mamanya pingsan, kalau Papa tidak segera menyadarkannya.
“ Andra, kamu sudah gila! Kamu mencintai adikmu sendiri? “, suara papa meninggi.
“ Pa, maafin Andra. Tapi inilah perasaan Andra yang sebenarnya…”,
“ Kak Andra, Ma, Pa….”, tiba-tiba Reina mucul dengan wajah yang pucat. Ia sudah tak sanggup lagi membendung airmatanya.
“ Reina….”,
“ Oh, ternyata arti dari perhatian kakak selama ini, karena Kak Andra mencintai Reina? Kak, Reina mohon, jelasin semuanya! “, kata Reina di sela-sela tangisannya.
“ Rei, kakak sayang sama kamu, melebihi rasa sayang antarsaudara. Kakak harap kamu mau mengerti perasaan kakak…”,
“ Kak, kenapa Kak Andra bisa jatuh cinta sama Reina? Kenapa, kak? KENAPA??? “, Reina memeluk ibunya yang hanya bisa menangis.
“ Karena kamu mirip sama Sakura, Rei. Dari senyum kamu, cara kamu tertawa, semuanya mirip Sakura. Persis. Setiap kakak ngeliat senyum kamu, kakak langsung ingat sama Sakura. Cuma kamu yang bisa menghidupkan perasaan kakak kembali…”, Andra menjelaskan.
“ Kak Andra, aku sama sekali tidak mencintai kakak. Perasaan Reina hanya sebagai saudara, tidak lebih! “,
“ Rei, kamu harus mengikuti perintah kakak. Kamu harus mau menikah dengan kakak! “, tegas Andra.
“ Andra, hentikan!!! “, sebuah tamparan melayang di pipi kiri Andra. Papanya itu sudah tak sanggup lagi menahan amarahnya.
“ Pa…”,
“ Andra, kamu tega! Kamu tega melukai ibu kamu, Reina, bahkan papa! Kamu mau menikah dengan saudara kandung kamu sendiri? Itu pernikahan haram, Andra! HARAM! Papa sama mama tidak mungkin bisa menyetujui ini! “, Papa betul-betul murka, hampir saja ia akan menampar anaknya lagi untuk yang kedua kalinya, kalau saja ia tidak dicegah oleh istrinya.
“ Kak Andra harus ingat satu hal, REINA ADALAH REINA. Selamanya akan tetap REINA DESTYANA. Reina bukan Sakura, kak. REINA BUKAN SAKURA!!! “, Reina betul-betul merasa tertekan, tak menyangka bahwa kakaknya sendiri mencintainya lebih dari sekedar adik.
“ Reina, maafin Kak Andra……”,
“ Reina nggak akan pernah bisa maafin kakak. Reina benci sama kakak!!! REINA BENCI KAK ANDRA!!! “, Reina kemudian berlalu, membanting pintu kamarnya keras-keras. Sangat sulit baginya untuk menerima sebuah kenyataan pahit ini.


2 tahun kemudian…

Tok tok tok!
“ Masuk! “, Reina tetap melanjutkan aktivitas melukisnya.
Seorang wanita memasuki kamarnya. ia menggendong seorang bayi mungil berusia 10 bulan di pangkuannya.. Reina melihatnya tersenyum.
“ Kak Anita, Vira sudah makan, belum? “, Reina bertanya.
“ Mas Andra lagi beliin bubrnya kok, Rei. “, Anita tersenyum.
Semenjak kejadian malam itu, Reina hampir saja bunuh diri, kalau ibunya tidak segera mengunjunginya di kamarnya. Andra pun kabur dari rumah, namun itu hanya berlangsung beberapa hari. Setelah Andra kembali, ia bersedia untuk menyetujui perjodohannya dengan Anita dan mulai belajar untuk mencintai wanita itu. Sukses, sekarang mereka telah dikarunai seorang bayi mungil.
“ Wah, Kak Anita beruntung banget lho punya suami yang baik seperti Kak Andra “, Reina tersenyum sambil meraih Vira dari pangkuan Anita.
“ Ah, kamu ada-ada aja deh, Rei. “, Anita tertawa, Reina pun begitu. Kini Reina bukan lagi Sakura kecil Andra, melainkan hanyalah tetap seorang Reina Destyana.

Thursday, May 20, 2010

Cerpen - Sahabat Jadi Cinta

“ Woy!!! “, sebuah tepukan di punggung Rani mengagetkan cewek berkacamata itu.
“ Eh, Santi. Apaan sih? Ngagetin gue aja deh! “, Rani kemudian membetulkan kacamatanya.
“ Nah, lo itu yang kenapa? Tadi gue ajak ngomong tapi bawaannya diem mulu. Lo lagi ngelamun ya? Awas lho entar kemasukan setan baru tau rasa! “
“ Yeeee….siapa juga yang ngelamun. Elo ada-ada aja sih…”,
“ Habis daritadi lo itu nyuekin gue terus. Emang ada apa sih, Ran? Lo lagi ada masalah, ya? “, tebak Santi sekenanya pada sahabatnya itu.
“ Masalah? Ah nggak kok, gue gak punya masalah “, jawab Rani sambil berpura-pura membaca buku yang ada di hadapannya itu.
“ Trus lo kenapa? Sakit? “,
“ Gue juga nggak lagi sakit kok “,
“ Nah trus apaan? Belakangan ini gue perhatiin lo banyakan diem deh. Padahal lo kan biasanya bawel, cerewet….”,
“ Iya, sebutin aja semua kejelekan gue! “, Rani cuek
“ Bukan gitu, Ran. Gue cuma ngerasa aneh aja sama semua sikap lo belakangan ini. Gak biasanya seorang Rani Aprilia berubah menjadi sosok cewek yang tenang dan pendiam “,
“ Sok tau deh! “, Rani tertawa
“ Yeee…kok gue malah diketawain sih? “, Santi bertanya heran.
“ Habis lo lucu banget sih. Hahahaha. Eh gimana hubugan lo sekarang sama Rifky? “, Rani mengalihkan pembicaraan.
“ Alhamdulillah baik-baik aja kok. Dia gak jadi pindah ke Makassar “, jawab Santi tersenyum.
“ Syukurlah kalau begitu “,
“ Iya, Rin. Kalo lo sama Davi, gimana? “, Santi balik bertanya.
Rani terdiam. Davi, cowok yang sukses ngebuat Rani sakit hati. Cowok yang paling bisa bikin Rani serasa nge-fly. Bisa dibilang, Davi-lah cinta pertama Rani.
“ Davi? Gue baik-baik aja kok sama dia. Cuma sekarang, gue jadi rada-rada males ngobrol sama dia. Sekarang kan kita udah temenan, nggak lebih. Trus kayaknya………….”,
“ Kenapa Ran? “, Santi bertanya heran
“ Gue udah mulai suka sama cowok baru “, Rani mengigit bibirnya.
“ WHAT??? Siapa, Ran? Kasi tau gue dooongggg! “, Santi terkejut beserta rasa penasaran yang menyelimuti benaknya.
“ Ada deh! “, Rani tertawa sambil menjulurkan lidahnya kea rah Santi.
“ Jahat banget sih lo, Ran. “, Santi mengeluh
“ Hahahaha, ntar kalo lo udah jadian sama Rifky, baru gue kasi tau! “, Rani mengedipkan sebelah matanya.
“ Yeeeee…..”, Santi mencibir.
“ Biarin. Bleeeekkkk! “, sekali lagi, Rani menjulurkan lidahnya kearah Santi. Dan itu sukses membuat mereka saling berkejar-kejaran di area kantin tempat mereka nongkrong tadi.


“ Rival! “, sebuah suara mengagetkan seorang cowok berkawat gigi warna merah itu, kemudian menghampirinya.
“ Eh, Rani. Kenapa, Ran? “, cowok bernama Rival itu tersenyum kepada Rani.
“ Lo pulangnya naik apa? Bawa motor ya? Boleh nebeng gak? Soalnya gak ada yang ngejemput gue sih…”, serentetan pertanyaan dari Rani membuat Rival garuk-garuk kepala, pusing.
“ Sorry, gue gak bisa. Gue gak bawa motor, jadinya cuma naek angkutan umum doang. Sorry yah, Ran…”,
“ Oh, gitu ya. Ya udah deh gak papa kok. Thanks ya, Riv…”, Rani berusaha untuk tetap tersenyum, walaupun ada sedikit kekecewaan dalam hatinya.
“ Sama-sama, Ran. Oh iya kalau gitu, gue duluan ya, Ran. Bye…”, Rival melambaikan tangannya pada Rani, kemudian berlalu.
Rani tersenyum. Rival, sahabat Rani sejak pertama kali bersekolah di SMAN 56 Jakarta, selain Santi. Setiap Rani mempunyai masalah dengan Davi, Rival-lah satu-satunya cowok yang menghiburnya. Rival pula lah yang setia mendengarkan semua curhatan Rani mengenai Davi. Orangtua mereka pun sudah saling kenal, dan itu membuat hubungan Rani dan Rival semakin dekat. Namun, karena di dunia ini tak ada persahabatan antar lawan jenis, sebuah rasa muncul dari dalam hati Rani. Sebuah rasa sayang yang berlebihan, melebihi rasa sayang antarsahabat. Ya, Rani jatuh cinta kepada Rival. Namun sampai saat ini, Rani belum bisa menyatakan perasaannya itu kepada Rival. Ia takut persahabatannya dengan Rival akan merenggang hanya karena sebuah cinta.


Sebuah taksi berhenti di depan sebuah Mal di Jakarta. Dari dalamnya turun seorang cewek berseragam SMA, memasuki mal tersebut. Daripada bosen di rumah, mendingan gue ke Mall! kali aja teenlit baru yang terbit. Rani berkata dalam hati. Segera ia menuju gramedia di lantai tiga, namun ketika melewati sebuah foodcourt, ia berhenti. Diperhatikannya seorang cowok berambut jabrik sedang mengobrol mesra dengan seorang cewek berambut panjang, yang ada di depannya. Tampaknya mereka sedang tertawa penuh kebahagiaan. I…i…itu kan Rival! Ngapain dia disana? Sama siapa? Apa bener itu cewek yang dia taksir, yang dia ceritain ke gue 2 hari yang lalu? Apa mereka sudah jadian? Berbagai macam pertanyaan menyelimuti benak Rani. Ia pun mengambil kesimpulan bahwa cewek itu benar gebetannya Rival. Peraasaan sakit, kecewa, sedih, bercampur aduk menjadi satu. Rani pun memutuskan untuk pulang, nafsunya untuk mencari teenlit yang baru terbit lenyap sudah.

Sudah…berakhir sudah….
Harapanku tuk memiliki hatimu
Hancur semua anganku, semua khayalanku
Dirimu diriku, menjadi satu…
Tahukah kamu, bahwa diriku terlanjur jatuh
Dalam cintamu, hingga dirimu bunuh mimpiku

Suara merdu dari vokalis Andra and The Backbone itu terdengar melalui radio milik Rani. Nyinggung banget nih! Rutuk Rani dalam hati. Entah sudah berapa lembar tissue yang dihabiskan Rani untuk melap ingus beserta airmatanya, matanya pun sekarang seperti mata panda. Sedari tadi ia hanya bisa menangis sambil menceritakan semuanya pada Santi melalui telfon. Kejadian tadi siang itu sukses membuat Rani sakit hati. Berkali-kali Rival mengajaknya sms-an tapi semua sms-nya tak pernah dibalas oleh Rani. Ia betul-betul merasa ingin mencari pelampiasan. Entah itu apa.


“ Rani! “, panggil sebuah suara cowok saat bel pulang telah berbunyi.
Rani berbalik. Ternyata Rival. Kenapa lo harus muncul sekarang sih? Gue lagi nggak pengen ngeliat muka lo! Keluh Rani dalam hati.
“ Pulang bareng yuk, Ran! “, tawar Rival tanpa basa-basi.
“ No, thanks! “, jawab Rani cuek.
“ Kenapa? “, Rival bertanya heran.
“ Gue bisa pulang sendiri kok! “
“ Emang lo bawa kendaraan? “, Rival bertanya, penasaran.
“ Nggak! “, jawab Rani seadanya.
“ Trus lo mau pulang naik apa? Angkutan umum? Panas tau! “,
“ Bukan urusan lo! Riv, mendingan lo pulang deh, urusin aja tuh cewek lo! Daripada lo ngurus gue! “,
“ Ran…”,
“ Kenapa? “,
“ Lo berubah! “,
“ So what? Who cares? Emang kenapa kalo gue berubah? “, Rani menatap Rival sinis.
“ Nggak, kok! Terserah lo aja deh, Ran! “, seusai berkata demikian, Rani pun langsung pergi. Ia berniat untuk berjalan kaki dari sekolah sampai ke rumahnya. Apa pun itu resikonya, ia siap menerima.
Sudah sekitar 500 meter Rani berjalan di tengah teriknya mentari, namun perasaan lapar, haus dan capek tak kunjung datang. Mungkin semuanya telah mati terbunuh rasa sakit hati Rani. Tiba-tiba segerombolan kendaraan bermotor lewat, menyemburkan asap knalpot yang sangat mencemari udara. Rani yang mengidap penyakit paru-paru kotor itu pun merasa dadanya tiba-tiba sesak, ditambah asap rokok yang menyebar kemana-mana. Ia merasa semakin pusing, mual, pandangannya pun pelahan-lahan terasa kabur, sampai ia pun tak sadarkan diri.


“ Ran, kamu sudah sadar, nak? “, belaian lembut seorang ibu sangat terasa bagi Rani.
“ Ma, aku…kok aku di rumah? Tadi perasaan aku…..”
“ Tadi kamu pingsan waktu di jalan raya. Untung ada Rival yang ngeliat kamu, trus Rival antar deh kamu ke rumah. “, Mama membelai rambut anak semata wayangnya itu.
“ Rival? Trus sekarang Rival-nya mana? “, Rani bertanya heran.
“ Dia udah pulang, baru aja. Emang kamu kenapa sih jalan kaki dari sekolah ke rumah? Kayak gak ada kendaraan aja! “, Mama bertanya penasaran.
Rani hanya tersenyum. Tidak mungkin ia mengetakan hal yang sebenarnya kepada mamanya itu. Dan tidak mungkin pula ia mau berbohong.
“ Ya udah, Ma. Sekarang Rani mau mandi dulu, ya “, Rani beranjak dari tempat tidurnya. Mamanya hanya geleng-geleng kepala.


“ Ran…”, sebuah suara mengagetkan Rani, menyadarkannya dari lamunannya.
“ Rival? Ngapain lo ke sini? “, Rani kaget, ternyata Rival.
“ Gue cuma mau ngepastiin kalo lo baik-baik aja! “, jawab Rival sekenanya.
“ Thanks ya, Riv…”, Rani tersenyum.
“ Welcome, Ran. Ngomong-ngomong lo kenapa sih? Lo lagi ada masalah ya? Lo cerita dong sama gue! “, Rival membujuk Rani.
“ Riv, gue suka sama lo! “, Rani berkata jujur terhadap orang yang dicintainya itu.
“ Ngaco lo, Ran! “, Rival tertawa.
“ Riv, gue serius! “, Rani mencoba meyakinkan.
“ Ran, maksud lo apa sih? Gue ga ngerti deh! “, Rival heran.
“ Riv, gue suka sama lo. Gue sayang sama lo, lebih dari sekedar rasa sayang antarsahabat. Lo tau? Gue sakit banget denger curhatan lo tentang gebetan lo yang baru. Apalagi waktu gue ngeliat lo berduaan sama cewek di foodcourt MTA, gue gak tahan! “, jelas Rani panjang lebar. Ia berusaha menahan airmatanya.
“ Cewek? Di foodcourt, MTA? Itu kan sepupu gue! “,
“ Hah? Masa sih? “, Rani terkejut.
“ Iya, itu sepupu gue. Waktu itu dia pengen ditemenin sama gue nyari kado buat pacarnya yang lagi birthday. “,
“ Oh, jadi itu cuma sepupu lo? Trus, gebetan lo itu yang sebenernya siapa sih? “, Rani jadi makin penasaran.
“ Ran, jujur ya, gue juga suka sama lo! “, akhirnya Rival mengaku.
“ Apa-apaan sih lo, Riv. Ngakunya punya gebetan anak luar SMAN 56, trus sekarang lo bilang kalo lo suka sama gue! Lo pikir gue cewek gampangan? “, Rani mulai emosi.
“ Ran, tenang dulu. Biar gue jelasin semuanya! “, Rival berusaha mencoba menenangkan Rani.
“ Sebenernya orang yang gue taksir itu lo, Ran. Semua cerita gue ke lo tentang gebetan gue, itu bullshit! Gue cuma pengen bikin lo penasaran aja. Sebenernya gue cemburu kalo lo nyebut-nyebut nama Davi di depan gue. Lo tau sendiri, kan, Davi itu temen deket gue. Tapi gue pengecut, Ran. Gue gak bisa nyatain perasaan gue ke lo…”, kata Rival panjang lebar.
“ Riv, lo bukan pengecut, kok. Buktinya sekarang lo udah bisa jujur tentang perasaan lo. “, Rani berusaha menghibur Rival.
“ Ran, aku udah percayain hati kamu di hati aku. Apa sekarang kamu mau mempercayakan hati aku di hati kamu? “, Rival bertanya pelan.
“ Riv, kamu serius? “, Rani balik bertanya.
“ Untuk apa aku bohong? Aku udah capek nyembunyiin perasaan aku dari kamu. “,
“ Riv, aku mau kok percayain hati kamu di hati aku “, Rani tersenyum.
“ Makasih ya, Ran. “, Rival tersenyum. Kini semunya sudah terungkap. Mereka pun kemudian meninggalkan taman itu, dengan canda dan tawa menyambut sore. Sesungguhnya persahabatan antarlawan jenis itu tak akan pernah ada, karena itu hanyalah merupakan awal dari sebuah cinta yang tertunda.



----SELESAI----