Saturday, June 8, 2013

Rindu

Hati mana yang tak sedan
Melihat kekasihnya memeluk rembulan
Memadu cinta dalam senja
Merajut benang-benang asmara

Hati mana yang tak pilu
Mellihat kekasihnya merintih rindu
Mencumbu sendu di malam biru
Pada insan yang tak kau tahu

Hati mana yang tak risau
Melihat kekasihnya terus berkicau
Menggenggam hampa dalam candu
Pada setiap bait-bait lagu

Ku tengadahkan kedua tangan
Menitip doa pada Tuhan
Untuk kekasih yang bersemayam
Dalam penghias tidur di setiap malam

Ku rengkuh angin ribut
Bersama perasaan yang kalang kabut
Ku harap jua namaku kau sebut
Dalam sujudmu di setiap tahajjud

----

Ia selalu berteman dengan malam. Mengapa? Karena hanya rembulan yang tahu akan kerinduan yang ia pendam dalam kotak hatinya.

Ia hampir letih ketika menghitung jarum jam tiba di saat yang ia nantikan. Ia nyaris tak berdaya memeluk angin yang membawanya dalam helaan rindu di setiap desahannya. Perjalanannya masih panjang. Ia bahkan belum memakai kostum kehidupannya yang sementara dirajutnya.

Jika mereka ingin bertanya, masih adakah cinta di sana?

Ia bahkan menutup matanya erat-erat dari kemilau cahaya yang ia tahu akan membawanya jauh pergi. Ia mengikat tangannya, kakinya, bahkan hatinya. Ia tetap berdiri, menapaki tanah dengan garis abu-abu yang ia lukis sendiri. Dan ia tak paham akan itu.

Namun, ada setitik keraguan dalam bola mata yang tajam itu, walau hatinya tak henti-hentinya menguatkan akan cinta yang tak kenal lelah. Ada peluh yang menetes di sana, walau kesetiannya masih dalam—tidak berubah.

Sampai kapan?

Sampai ia benar-benar merasa layak.

Akankah?

Waktu, kau berhak menjawabnya.