Saturday, October 10, 2009

Cerpen - Pacarku Penghianat

Siang itu aku sedang berada di sebuah taman, mataku tertuju pada kendaraan – kendaraan yang terparkir secara seri di hadapanku itu. Taman ini sangat sejuk, bebas rokok, pepohonan yang rindang turut memperindah suasana taman ini. Kursi – kursi tertata rapi, serta jarang ku temukan sampah – sampah yang berserakan. Diam, sepi, sunyi, Aku suka tempat ini! Disini aku bisa menangis sepuasnya, tanpa seorang pun yang berani menggangu. Burung – burung berkicau melantunkan lagu – lagu indah, menghibur setiap para insan yang hatinya sedang dilanda gundah. Bunga – bunga bermekaran semakin membuat tempat ini terlihat asri. Refleks kejadian 2 hari yang lalu terbayang di pikiranku,
" Ehh, liat tuh, si Rika! Ngapain coba, dia megang – megang tangannya Tora. Gatal banget sih! ", Kian yang duduk di sampingku segera membuat heboh seisi kelas.
" Lho...Re, loe kok diem aja! Tora itu kan cowok loe. Masa loe tega sih ngebiarin tangan cowok loe di pegang – pegang ama cewek laen? Apa loe nggak marah, Re? ", Misa yang duduk dibelakangku mengagetkanku. Ku lihat dari balik jendela, memang benar. Aku hanya menatapnya geram, tak bisa berbuat apa – apa karena guru biologi di kelasku sedang memeriksa tugas – tugas kami.
" Idiih...Tora-nya juga nggak mau ngelepasin lagi! Buaya banget sih jadi cowok. Re, loe jangan tinggal diam gitu dong! ", Fia ikut – ikutan heboh.
" waouw...bakalan ada perang hebat nih! ," teman – teman yang lain turut meramaikan suasana.
" Rere, loe kenapa sih? Kok daritadi diem aja! Re, loe sakit ya? Rere...", belum sempat Mimi selesai bicara, aku yang sedari tadi memperhatikan adegan tersebut spontan melempar buku tugas biologiku yang berwarna kuning itu ke lantai. Entah apa yang berada di pikiranku saat itu, kacau!
" Ada apa ini? Kenapa kalian ribut – ribut? ", suara Pak Syahru membuat tenang seisi kelas.
" Ngg...maaf pak. Buku saya tadi terjatuh. Sekali lagi...maaf pak ", terpaksa aku berbohong pada guru biologiku itu. Pak Syahru hanya menggeleng, sepertinya ia tak peduli dengan kejadian barusan. Terbukti, ia masih saja sibuk memasukkan nilai tugas – tugas kami ke dalam daftar nilainya.
Tak terasa bel pulang pun berbunyi, aku segera menghambur keluar kelas mencari sahabatku, Nindy, 9.1. Akhir – akhir ini aku dan Nindy sering pulang bersama. Biarpun jaraknya jauh, tapi biaya transportasinya lebih murah, begitu kata Nindy. Sedang teman – temanku yang lain sedang sibuk mencari murid kelas 9.3 yang bernama Rika itu. Tapi aku tak peduli, bodoh amat!
" Ahh...Rika itu emang nyebelin. Gini nih ya, gue pernah ketemu ama dia di warnet. Nah waktu itu kan warnetnya lagi full, gue aja yang pengen browsing terpaksa harus nunggu. Tiba – tiba si Rika itu datang ama temen – temennya, dia nanya ke gue, warnetnya full ato nggak. Yaah gue bilang full. Tapi dia tetep nekat masuk ke dalam. Pas keluar, dianya langsung marah – marah ke gue. Katanya tadi gue bilang kalo warnetnya nggak full. Nah lho? Orang gue bilang full! Tu anak bego apa tuli, sih? Yaa gue langsung semprot aja tuh anak, rese banget. Waktu ngomel – ngomel juga gayanya alay banget deh, ihh illfeel gue ama dia ", Rani yang juga teman sekelasku di 9.2 ikut – ikutan nimbrung.
" haha bego banget sih tu anak, " teman – teman yang lain tertawa setelah mendengar cerita Rani barusan. Aku cuma diam aja, malas ngomong. Aku mau pulang, tapi keburu ditahan sama teman – temanku yang ada di situ. Nyuruh Rika minta maaf, katanya.
" Ohh...jadi loe yang namanya Rere? Pacarnya Tora? ", tanya Rika menghampiriku.
" Kalo iya emangnya kenapa? ", jawabku ketus.
" Gini yahh...kejadian tadi tu cuma maen – maen aja. Gue ama Tora lagi bercanda, makanya gue megang tangannnya, " jelas Rika kepadaku.
" Ohh...gitu. Yaudah...", kataku acuh.
" lagipula...gue juga nggak mungkin mo ngerebut Tora dari loe. Gue juga nggak tau kalo Tora itu pacar loe ",
" Iya...yaudah kalo gitu," kataku cuek. Tiba – tiba Tia yang berada dibelakangku langsung menyemprot Rika.
" Ehh...loe gimana sih? Udah tau salah...kok diem aja? Minta maaf gih, ama temen gue! ",
" Yaudah...gue minta maaf ama loe ", Rika mengulurkan tangannya dengan kasar.
" Ehh...ikhlas nggak sih loe, minta maaf ama gue? Kasar banget, sih! ", emosiku kembali meluap.
" Iya dehh...gue ikhlas minta maaf ama loe, "
" Yaudah kalo loe ikhlas, gue juga ikhlas maafin loe. And gitu juga sebaliknya ", aku pun menyambut uluran tangan Rika, kemudian di pergi.
" Re...gue minta maaf ama loe ", Tora kemudian langsung menghampiri aku yang mencoba untuk menenangkan emosiku.
" Iya...", jawabku singkat tanpa melihat ke arahnya.
" Re...loe maafin gue kan? ", Tora bertanya lagi.
" Gue bilang iya, yahh iya! ", kataku menahan emosi. Ku lihat Sutejo, Panjul, dan teman -teman yang lain sedang sibuk menaruh pot – pot bunga di dekatku. Kayak gue mau mati aja, pikirku dalam hati.
" Hehhh...Tejo! Itu kan pot bunga kelas gue! Nah loe Panjul, ngapain loe ambil trus loe naruh disitu? Balikin nggak, pot bunga gue! ", Nindy setengah emosi berusaha mencegah tingkah laku Sutejo.
" Biarin...ahh...peduli amat gue!," Sutejo dan Panjul mencibir. Mereka pun saling beradu mulut, dalam hati aku tertawa melihat tingkah konyol mereka.
" Re...loe kok diem trus? Re...sorry banget yaah...gue minta maaf banget ke loe, sumpah tadi itu cuma main – main aja...swear! ", Tora memohon harap padaku, senyum yang sedari tadi menunggging di bibirku lenyap sudah, berganti dengan amarah yang meluap – luap dalam diriku.
" Loe maunya apa sih? Tadi gue bilang iya, yah iya! ", jawabku penuh emosi kemudian berlalu meninggalkan tempat yang menurutku neraka jahannam ini. Hingga akhirnya sampailah aku di taman ini, tempat yang penuh dengan kesunyian. Aku merasakan, ada seseorang yang mengikutiku dari belakang, entah siapa. Sekitar 10 menit aku disini, barulah seseorang itu datang menghampiriku. Risa, untuk apa dia datang kemari? Dia kok tau kalo gue ada disini? Apa dia ngikutin gue? Batinku dalam hati.
" Re...loe nggak pulang? ", Risa bertanya lalu duduk di sampingku.
" Males ahh...gue masih mau disini! ", jawabku ketus.
" Ngapain juga loe disini? Percuma tau...nggak ada gunanya! Lagian apa pikiran loe bisa tenang kalo loe disini trus? "
" Bisa kok ", aku memandang lurus ke depan, tak menatap wajah Risa sedikit pun.
" Terserah kalo itu mau loe! Tapi apa loe nggak kasian sama bonyok loe? Apalagi bokap loe! Masa sih di hari ulang tahunnya bokap loe, loe malah bikin dia pusing nyariin loe? Harusnya loe bisa nyenengin dia, bukan malah nyusahin! ", Risa terus saja membujukku untuk pulang ke rumah. Aku terdiam. Tak bisa berkata apa – apa. Bener juga yang dibilang Risa, pikirku dalam hati.
" Emang sampe kapan sih loe disini terus? "
" Sampe perasaan gue bisa tenang! ", jawabku singkat
" Tau nggak loe bakalan diapain ma nyokap loe kalo loe sampe pulang kemaleman? "
" Paling diomoelin! "
Risa menghembuskan nafas kecewa. Nampaknya usaha yang ia lakukan untuk membujukku pulang ke rumah sama sekali tak ada hasil. Nihil.
" Ya sudah deh kalo itu mau loe, gue turut prihatin juga. Kalo gitu gue pulang duluan, yah! Dah sore nih, ntar dicari ma nyokap gue. Loe hati – hati yah disini, bye! ", Risa kemudian pergi meninggalkanku. Ku lihat dua sosok manusia bersembunyi dibalik pohon beringin yang sejuk itu. Tika, Lestari. Ngapain dia? Tapi aku tak peduli, mataku terus saja menatap air mancur yang kering dihadapanku. Burung – burung terbang rendah, seraya melantunkan lagu – lagu indahnya. Hari semakin sore, sebentar lagi matahari akan terbenam di ufuk barat. Saatnya untuk pulang. Aku kemudian meraih tas ku lalu berjalan meninggalkan taman yang penuh dengan keindahan itu.

***

" Re...ada yang gue mo omongin ma loe. Penting banget!!! ", Panjul setengah berbisik memanggilku saat aku sedang sibuk menyalin rumus matematika yang tertera di papan tulis.
" Ngomong apaan sih? Bentar aja ya, ntar kalo gue ketahuan Pak Komar ada di bangku loe, bisa apes gue! ", jawabku pelan.
Kriinggggg.......!!!!!!!!! Bel panjang berbunyi, pertanda pelajaran hari ini telah usai. Segera ku bereskan buku – bukuku, kemudian tak lupa memeriksa laci bangkuku, siapa tahu ada barang yang ketinggalan. Kemudian ku teringat kata – kata Panjul barusan, maka segera ku hampiri bangku Panjul.
" Jul...loe mo ngomong apaan sih? ", tanyaku tanpa basa – basi
" Tapi loe jangan marah, ya? Lagian...gue ngomong beneran kok. Gue juga nggak ada maksud bikin loe sakit hati ",
" Iya...tapi loe mo ngomong apaan sih? Cepetan gih...gue mo pulang nih! ", kataku sambil melirik arloji hitam di tangan kiriku. Pukul 13.15, matahari sudah ada di atas kepala.
" Gini nih ya...kemaren tuh si Rika cerita ama gue, katanya dia abis telfonan gitu deh ama Tora. Pasa gue tanya mereka ngomong apaan, ehh dia nggak mau ngasih tau. Rahasia katanya. Gitu....",
Perasaanku yang sedari tadi sudah stabil, kini memuncak lagi. Pikiranku kalang kabut, tekanan darahku mulai meninggi. Ku rasakan hawa panas menyelimuti diriku, diiikuti dengan amarah yang memuncak dalam jiwaku.
" Penghiaaanaaatttttt......!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! ", kataku berteriak memecah keheningan. Amarahku sudah tak lagi tertahan, segera aku berlari menuju ke suatu tempat yang ku kunjungi 2 hari yang lalu. Taman itu. Iya. Mungkin perasaanku akan lebih baik jika aku pergi ke sana. Segera ku raih handphone ku lalu ku tulis sebuah pesan singkat.

Thanks atas smua yg udah loe beriin ma gw. Loe jga udh ngisi hari2 gw dgn cnta dan ksh syg yg loe kasih ke gw. Mgkn gw bkan yg trbaik untk loe, dan loe jga bkan yg trbaik untk gw. Kta udh nggk ccok lgi, ckup hbngan kta berkahir smpe dsni aja. Thanks bwt smuany...
Sending Message...

Aku menghembuskan nafas, mencoba untuk tenang. Segera aku duduk di salah satu kursi panjang yang berada di taman ini. Ku tutup wajahku dengan kedua telapak tanganku, kemudian beristighfar. Mataku menatap sepasang sahabat yang berada tak jauh dariku, kira – kira 10 meter dari tempatku duduk. Getaran handphone-ku yang ku taruh dalam saku rokku, tiba – tiba mengagetkanku. Sebuah pesan singkat, dari Tora.

Ehh loe serius? Kalo itu mw loe sih, trserah, gw baik2 aj kok. Yg pntg kta nggk saling musuhan....
Glegarrr....!!!! Seakan petir menyambar tubuhku, tentu saja aku kaget dengan apa yang barusan dia katakan. Baik – baik saja? Dengan santainya dia mengatakan 'baik – baik saja?'. Berarti dia memang ingin hubunganku dengannya segera berakhir. Aku terduduk lesu, masih tak percaya dengan perkataannya. Kalau memang dia mencintaiku, kalau memang dia benar – benar sayang denganku, tidak mungkin segampang itu dia berbicara. Pasti dia menanyakan terlebih dahulu alasan mengapa aku segera memutuskan hubungan dengannya. Tapi ini? Dia malah membiarkanku, dan sama sekali tak mau peduli dengan perasaanku? Tanpa terasa butiran – butiran airmataku terjatuh, dan sepertinya langit juga turut merasakan apa yang sedang ku rasakan saat ini. Terbukti, tetesan – tetesan hujan perlahan membasahi tubuhku. Aku berjalan di atas aspal yang basah, dibawah langit yang mendung, ditemani dengan hujan dan angin. Dingin menyelimuti tubuhku, namun aku tak peduli. Dalam derasnya hujan ini, aku menangis. Hingga aku tak lagi bisa membedakan airmata dan air hujan yang menyatu di wajahku. Sungguh, aku sama sekali tak menyangka kejadiannya akan seperti ini. Orang yang selama ini aku cintai, orang yang selama ini aku sayangi, orang yang selama ini menjadi pendamping dalam hari – hariku, tega berbuat seperti ini kepadaku? Jadi...kebersamaanku dengannya selama 1 bulan 7 hari itu hanyalah semu? Sama sekali tak berarti apa – apa? Aku pun mulai menyesali semuanya. Tapi apa boleh buat...aku sudah terlanjur larut ke dalam permainan cinta ini.

***

" Brengsek!!! Keparattt...!!!! Sialan tuh si Tora, bentar lagi bakalan mampus tuh anak! Gue baru liat kemaren di facebook, dia ngatain gue anjing betina, lagi! Shit! Emang gue salah apa sih ma tuh anak? Liat aja...abis pulang sekolah, mampus dia! ", dengan nada berapi – api Sutejo mengeluarkan kata – kata yang sangat tidak pantas. Aku, Panjul, Andra, dan teman – temanku yang lain hanya mengangkat bahu. Pasrah dengan apa yang terjadi sebentar siang.
" Tejo, please deh...loe jangan main hakim sendiri gitu dong! Yahh si Tora tuh emang salah, tapi setidaknya loe bisa mikirin ini semua. Masalah itu...kalo diselesaikan pake otot, nggak bakalan ada abisnya! ", Nindy mulai memberikan solusi.
" Alahh...tebas aja langsung, Tejo! Kalo perlu, loe bunuh aja sekalian! Emang dasar tuh anak suka nyari masalah! ", Panjul malah memanaskan suasana.
" Jul...loe jangan gitu dong! Ntar kalo Sutejo masuk BK, kan bisa ribet jadinya! ", Andra ikut – ikutan menimpal.
" Pokoknya nggak ada alasan yang bisa bikin gue berubah. Gue tetep niat mo hajar tuh anak, biar dia tau rasa! Dasar bencong keparat! ", Sutejo tampaknya sudah tak bisa dicegah lagi. Keputusannya untuk menghajar Tora seusai pulang sekolah nanti, memang benar – benar tidak bisa diganggu gugat.
" Tejo...please loe jangan gitu dong! Berkelahi itu nggak baik, Tejo! ", aku yang sedari diam saja, mencoba untuk membujuk Sutejo agar ia mengurungkan niatnya.
" Sudah...biarin aja Tejo nyelesain semuanya, toh dia bakalan puas kalo keinginannya terpenuhi. Biarin aja lah...", Alam berbicara setengah berbisik padaku.
" Tapi kan Tejo teman kita juga? Masa kita tega sih ngebiarin dia ngelakuin hal yang nggak – nggak ? ", aku mulai curiga pada temanku yang satu ini.
" Bukan begitu...dia kalo punya keinginan yahh mesti diturutin. Kalo nggak bakalan ribet jadinya. Ya sudah biarin aja, biar dia puas! "
" Ya sudahlah kalo begitu...", aku mengangguk pasrah. Dalam hati aku khawatir dengan tragedi sepulang sekolah nanti. Sahabat v.s Mantan Pacar.
" Re...gue mo ngomong ama loe! ", Kian kemudian menarikku ke luar kelas. Dari raut wajahnya, tampaknya Kian sedang serius.
" Ngomong apaan sih, Ki? ", tanyaku memulai pembicaraan.
" Gini ya...kemaren gue sempet online, pas gue buka facebook-nya Ruli, gue baca statusnya, gue liat semua comments-nya, trus gue juga sempet baca wall-nya, kayaknya Ruli bakalan back sama Tora deh...", Kian mulai bercerita.
" Back??? ", kataku tidak percaya.
" Iya...tapi loe jangan emosi dulu. Mungkin aja yang dia maksud tuh bukan Tora...",
Segera ku ambil handphone-ku lalu menuju ke aplikasi opera mini, aplikasi web yang memudahkan pengguna untuk mengakses internet secara cepat dan mudah melalui mobile. Langsung ku masukkan URL facebook, kemudian log in dengan email dan password yang kumiliki. Pada kotak pencarian, segera ku tulis RULI ANASTASIA. Setelah akun milik Ruli terbuka, ku lihat statusnya beserta komentar – komentar yang diberikan padanya. Sudah jelas...itu untuk Tora. Setelah ku log out akunku, segera ku menuju kelas 9.1, menemui Nindy.
" Nin...ada yang gue mo omongin mo loe. Tapi bentar aja....kalo loe udah nyelesain tugas loe ", kataku sedikit lesu.
" Ohh...OK lah! ". Aku kemudian menuju ke kelasku, dan emosiku pun tak lagi bisa tertahankan,
" Cowokkkkkkk Brengsekkkkkk........!!!!!!!!! ", kataku berteriak, membuat orang – orang yang ada di kelasku terheran – heran.
" Re...kenapa loe? ", Sutejo, Ancha, Fahri, dan teman – temanku yang lain menghampiriku.
" Tejo...gue mo ngomong sama loe...", kataku menarik tangan Sutejo, membawanya keluar kelas.
" Loe mo ngomong apaan sih? ", Sutejo bingung dibuatku.
" Loe mau nggak nolongin gue? ", aku balik bertanya.
" Nolongin apaan? ",
" Loe jadi nggak berantem ama Tora abis pulang sekolah? "
" Iya...emang kenapa? "
Aku pun membisikkan sesuatu di telinga Sutejo. Sutejo hanya mengangguk pelan, tampaknya ia mengerti dengan apa yang baru saja ku katakan. Kemudian kami pun kembali ke kelas, dengan senyum sinis yang tersungging di bibirku.

***

" Re...loe di panggil ama Nindy, tuh! ", Panjul memberiku isyarat agar segera mengunjungi kelas 9.1. Lewat jendela, Nindy berbicara denganku.
" Re...mo ngomong apaan? ", Nindy memulai pembicaraan.
Seketika raut wajahku berbalik menjadi 180 derajat. Sedih, kecewa, tampaknya Nindy bisa membaca pikiranku.
" Tora? "
Aku terdiam. Mataku mulai berkaca – kaca. Nindy semakin membujukku agar aku menceritakan semuanya.
" Tora...Tora...kayaknya Tora bakalan back sama Ruli! ", kataku menahan tangisan.
" HAHHHH????? loe tau darimana? ", Nindy terkejut membelalakkan matanya.
" Buka aja akun facebook-nya Ruli....", kataku pasrah.
Nindy terdiam. Aku pun begitu. Suasana hening. Semua terlarut dalam pikirannya masing – masing.
" Dasar brengsek tuh si Tora! Berani banget dia mainin sahabat gue! Kampret tuh anak! Jahat banget sih, dia! Udahlah Re, loe yang sabar aja. Tora kok kelewatan banget, sih! Kurang ajar tuh anak! ", Nindy mulai geram, ia meremas – remas tangannya.
" Gimana gue mau sabar, Nin? Selama 1 bulan 7 hari, dia bohongin gue! Padahal gue udah terlanjur cinta ama dia. Keterlaluan banget, kan? Ternyata selama ini gue cuma jadi pelampiasannya doang! ". Airmataku pun jatuh membasahi pipiku, tak dapat lagi ku bendung.
" Udah dong Re, udah! Malu tau kalo diliat ama orang! Udah dong Re, emang si Tora itu brengsek! Loe nggak perlu nangisin cowok kurang ajar macam dia! ", Nindy berusaha menenangkanku, lalu cepat – cepat ku hapus airmataku.
" Re...kenapa loe nangis? Siapa yang udah nyakitin loe? Tora? ", Jose segera menghampiriku.
" Nggak kok, gue nggak kenapa – kenapa. Nin, gue cabut dulu, ya! ", aku segera berlari menuju toilet yang berada di sekolahku, membasuh wajahku dengan air dingin, menenangkan perasaanku yang kalang kabut, kemudian kembali bercanda tawa dengan teman – teman yang lain, seakan tak terjadi apa – apa pada diriku.
" Wid...muka loe kok muram gitu? Lagi ada masalah, ya? ", aku duduk disamping Wiwid, mencoba menghiburnya.
" Ahh...nggak papa kok, Re! ", kata Wiwid tersenyum ke arahku.
" Ohh...by the way, pertandingannya kok lama banget sih? ", tanyaku sambil celingak celinguk ke arah Sutejo.
" Iya nih...ehh kok bisa sih? ". Belum sempat aku menjelaskannya pada Wiwid, tiba – tiba Tora keluar kelas, dan sebuah pukulan melayang di pelipis kirinya. Tora pun tidak mau dikalah, ia lalu membalas pukulan tersebut di kening Sutejo. Teman – teman yang lain berusaha untuk melerai, namun Sutejo tetap membabi buta. Di satu sisi, aku yang masih sangat mencintai mantan pacarku itu, merasa khawatir terhadap keadaannya. Namun rasa kepedulianku itu tiba – tiba saja lenyap, berganti dengan rasa muak atas apa yang telah ia perlakukan terhadapku. Bagus, Sutejo. Ingat yang beberapa menit lalu ku katakan padamu, laksanakan dendamku pada makhluk brengsek itu, kataku dalam hati. Walau belum sepenuhnya, namun aku sudah cukup puas atas apa yang sudah Sutejo perbuat pada Tora barusan.

***

Hari – hari selanjutnya berjalan dengan lancar, dan aku pun sudah tak lagi memikirkan Tora. Beberapa hari sebelumnya, ku dapat kabar bahwa Tora memang betul – betul back sama Ruli, mantannya sebelum aku. Sakit...rasa sakit itu sangat terasa, dan rasa cinta itu masih juga menetap. Namun apa boleh buat? Mau tidak mau, aku harus menerima kenyataan pahit.
" Hey! Loe kok melamun sih? ", Andra menyapaku, disusul dengan Panjul, Sutejo, Nindy, Fahri dan Ancha.
" Haa..ohh..ehh...nggak kok ", kataku berbohong pada mereka.
" HEY KALIAN SEMUANYA !!! ", dari lantai dua, Faris, yang sempat menjalin hubungan tanpa status denganku selama kurang lebih 2 tahun, menyapa kami semua.
" Hey juga ", kami menyapanya sambil tersenyum.
" Huhh...sialan tuh si Faris. Setelah gue perhatiin, matanya tuh bukan tertuju ama kita. Tapi ama ini nih, si Rere. Huh! ", Fahri mengeluh.
" Heeehh...apa – apaan sih loe, Ri! ", kataku malu – malu.
" Re...kayaknya Faris naksir tuh ama loe, loe juga pernah bilang kan, kalo Faris pernah nembak loe, tapi loe tolak gara – gara loe malah milih si Tora brengsek itu. Loe mau nggak ama dia? ", Andra mulai menggodaku.
Aku terdiam. Sepertinya aku kembali ke masa lampau. Dejavu!
" Re...gimana, loe mau nggak ama dia? ", Andra membujukku agar mau berbicara.
" Heehh...loe apa – apaan sih? Yah nggak mungkin lah, Faris bisa suka ama gue! Ngaco loe ahh! ", kataku sambil membuang muka.
" Ya mungkin aja, apa sih yang nggak mungkin di dunia ini? ", Panjul ikut – ikutan menimpal.
" Alaaahh loe Re, bilang aja kalo loe emang masih ada rasa juga ama dia. Dia kan cinta pertama loe ", kata Fahri mencibir.
" Sok tau loe, Ri! ", kataku mengejek.
" Sok tau tapi emang bener, iya kan? ", Ancha pun angkat bicara.
" Wahh...langsung ada penggantinya Tora, nih! Ciee...ciee...kalo ama Faris sih, gue setujuuuuu banget! Ehh...ehh...liat tuh! Muka Rere kok jadi merah gitu yaa? Wahhh....gue curiga nih!!! ", Nindy membuatku semakin malu, malu, dan malu. Terpaksa aku menutupi wajahku yang sudah seperti kepiting rebus itu dengan kedua telapak tanganku.
" Re...loe ada acara nggak abis pulang sekolah? ", tanpa di duga – duga, Faris datang menghampiriku. Dan itu sukses membuat teman – temanku semakin mempermalukan aku.
" Ngg...nggak kok. Emang kenapa? ", tanyaku.
" Jalan yuk...ntar gue jemput. Gimana? Loe mau nggak? ", sesaat kemudian aku tersenyum, sambil mengangguk pelan. Kemudian Faris pergi, ku tatapnya hingga dia benar – benar tak terlihat olehku lagi.
" Cieehhhh.....gugur satu...ehhh malah tumbuh seribu! Kayaknya bentar lagi bakalan ada yang jadian, nih! ", Nindy membuyarkan lamunanku. Membuatku semakin malu, karena ulahnya.
" NINNNDDYYYYY...........awaaassss loeee yaaaaaa....!!!!!!!! ".



---SELESAI---

No comments:

Post a Comment