Monday, September 10, 2012

Dia dan dia

Dia melanjutkan kuliahnya di sana, beribu-ribu mil dari tempatku sekarang berdiri. April 2012, terakhir ku lihat wajahnya, saat ia datang dan menemui seseorang di sini. Setelah itu dia pergi, tak ada kabar karena memang kita tak saling akrab. Kemudian perasaan itu hilang, aku masih berada di zona nyaman...
Juni 2012 lalu. Dia datang. Sama sekali tak pernah ku duga sebelumnya bahwa dia ada di sini. Wajahnya masih tetap sama, manis namun dingin. Sepertinya dia menyimpan sejuta rahasia tentang dirinya yang tak ingin diketahui. Rambutnya tumbuh menjadi lebih gondrong dari sebelumnya, tubuhnya makin tinggi. Gayanya yang khas dengan melipat kedua tangannya di dadanya, serta sorot matanya yang selalu tajam. Dia benar-benar istimewa.
Kekagumanku tidak sampai di situ. Wawasannya yang luas, pribadinya yang ramah dan humoris membuatku memendam perasaan padanya sejak aku masih duduk di kelas 1 SMA. Ketika dia lulus dan melanjutkan studinya ke luar kota, kami tak pernah lagi bertemu, hanya berkomunikasi di jejaring sosial. Itupun hanya bisa dihitung jari. Dan pada saat itu, dia datang untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang alumni. Setelah dua tahun tak melihat sosoknya, perasaan itu kembali mencuat dari dalam diriku. Ada getaran yang tak mampu ku bendung saat ku tatap matanya, lidah menjadi kaku menyimpan berjuta kata yang tak sempat terucapkan. Empat hari tiga malam yang tak akan pernah terlupakan :')
Aku melewati hari-hariku dengan riang setelah kegiatan itu. Aku mulai mencari, menelusuri tiap-tiap sudut yang memuat tentang dirinya. Hingga aku menemukan segalanya, aku mencoba untuk kembali dekat. Dia masih mengenalku :')
Semakin bergulirnya hari, semakin tumbuh perasaan yang aneh ini. Aku tak tau apakah ini hanya obsesi atau sekadar suka, atau perasaan ingin memiliki, atau benar-benar jatuh cinta. Aku sendiri tak mengerti...
Aku patah hati ketika mengetahui bahwa dia mencintai orang lain, orang yang hanya menyianyiakan cinta tulusnya. Namun aku lebih sedih ketika mendengar kabar bahwa dia sangat tersakiti akan hal tersebut dan mengkahiri hubungannya...
Aku memupuk harapan yang banyak kala itu. Ingin sekali aku bertanya, "Bisakah aku menghapus airmatamu?" Ingin sekali aku meminta, "Maukah kau memberiku kesempatan untuk melakukannya?" Namun apa dayaku, aku hanyalah seorang wanita yang lemah tak berdaya, aku tidak memiliki kekuatan seperti itu.
Aku selalu diam. Aku tak berani. Dan dia orang yang harus kuhormati. Aku hanya "junior". Aku tidak ada apa-apanya.
Aku hanya bisa melihatnya dari jauh, mengaguminya dalam diam, mencintainya dengan keadaan hati yang teriris. Sekali lagi, aku tidak ada apa-apanya dan tidak bisa berbuat apa-apa. Aku menyimpan sendiri airmataku, mengubur rasa sakit yang tiap saat menggilas hatiku. Dulu dia pernah berpesan ketika kami bercengkerama bersama, "Jangan jadi pecundang." Namun aku tak bisa mentaati pesan itu. Aku bukan perempuan yang dia inginkan.
Perasaanku tergores lebih dalam ketika mengetahui bahwa dia telah menemukan seseorang yang tepat baginya. Dia bahagia sekarang. Aku juga turut merasakan kebahagiaan itu karena dia sudah tidak sesuram dahulu. Namun aku tak bisa menutup perasaanku, aku benar-benar patah hati.
Dan pada malam ku tulis cerita ini, aku menitikkan airmata. Sudah beberapa bulan lamanya aku tak pernah menangis untuk sesuatu hal yang lazim disebut cinta, hari ini aku kembali melakukannya. Aku berada pada zona tak nyaman dan aku ingin sekali keluar dari sini.
Keadaanku kini belum pulih seutuhnya. Aku butuh waktu...untuk menetralkan kembali perasaanku.